Rancangan Undang-Undang tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (RUU ITE) hasil pembahasan Panitia Kerja
(Panja) mengalami banyak perubahan dari naskah awal yang disampaikan Pemerintah
ke DPR RI. Perubahan paling signifikan ada pada Bab tentang Perbuatan Yang
Dilarang dan Ketentuan Pidana. Rumusan Terbaru RUU ITE ini sudah lebih mengacu
pada Convention on Cyber Crime, Budhapest, 2001.
Berikut Naskah Lengkap RUU ITE hasil Panja.
Berikut Naskah Lengkap RUU ITE hasil Panja.
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
TENTANG
INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
- bahwa pembangunan nasional adalah suatu proses yang berkelanjutan yang harus senantiasa tanggap terhadap berbagai dinamika yang terjadi di masyarakat;
- bahwa globalisasi informasi telah menempatkan Indonesia sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia sehingga mengharuskan dibentuknya pengaturan mengenai pengelolaan informasi dan transaksi elektronik di tingkat nasional sehingga pembangunan teknologi informasi dapat dilakukan secara optimal, merata, dan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat guna mencerdaskan kehidupan bangsa;
- bahwa perkembangan dan kemajuan teknologi informasi yang demikian pesat telah menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang secara langsung telah mempengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru;
- bahwa penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi harus terus dikembangkan untuk menjaga, memelihara, dan memperkukuh persatuan dan kesatuan nasional berdasarkan peraturan perundang-undangan demi kepentingan nasional;
- bahwa pemanfaatan teknologi informasi berperan penting dalam perdagangan dan pertumbuhan perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat, oleh karena itu diperlukan langkah konkret dalam bentuk peraturan perundang-undangan;
- bahwa pemerintah perlu mendukung pengembangan teknologi informasi melalui infrastruktur hukum dan pengaturannya, sehingga pemanfaatan teknologi informasi dilakukan secara aman untuk mencegah penyalahgunaannya dengan memperhatikan nilai-nilai agama dan sosial budaya masyarakat Indonesia;
- bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f, perlu membentuk Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Mengingat : Pasal 5 ayat (1),
Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG INFORMASI DAN
TRANSAKSI ELEKTRONIK
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam
Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
- Teknologi informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisa, dan menyebarkan informasi.
- Komputer adalah alat pemroses data elektronik, magnetik, optikal, atau sistem yang melaksanakan fungsi logika, aritmatika, dan penyimpanan.
- Informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara atau gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), electronic mail, telegram, telex, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya yang telah diolah sehingga mempunyai arti.
- Sistem elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan informasi elektronik.
- Tanda tangan elektronik adalah tanda tangan yang terdiri dari informasi elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan informasi elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.
- Sertifikat elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat tanda tangan elektronik dan identitas yang menunjukan status subjek hukum para pihak dalam transaksi elektronik yang dikeluarkan oleh penyelenggara sertifikasi elektronik.
- Penanda tangan adalah subjek hukum yang terasosiasikan atau terkait dengan tanda tangan elektronik.
- Lembaga sertifikasi keandalan adalah lembaga independen yang dibentuk oleh profesional yang diakui, disahkan, dan diawasi oleh pemerintah dengan kewenangan mengaudit dan mengeluarkan sertifikat keandalan dalam transaksi elektronik.
- Penyelenggara sertifikasi elektronik adalah badan hukum yang berfungsi sebagai pihak yang layak dipercaya, yang memberikan dan mengaudit sertifikat elektronik.
- Transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, atau media elektronik lainnya.
- Agen Elektronik adalah perangkat dari suatu sistem elektronik yang dibuat untuk melakukan suatu tindakan terhadap suatu informasi elektronik tertentu secara otomatis yang diselenggarakan oleh seseorang.
- Akses adalah kegiatan melakukan interaksi dengan sistem elektronik yang berdiri sendiri atau dalam jaringan.
- Badan usaha adalah perusahaan perseorangan atau perusahaan persekutuan baik yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum.
- Dokumen elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan dan/atau didengar melalui komputer atau sistem elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara atau gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
- Penerima adalah subjek hukum yang menerima informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dari pengirim.
- Pengirim adalah subjek hukum yang mengirimkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik.
- Jaringan sistem elektronik adalah terhubungnya dua atau lebih sistem elektronik baik yang bersifat tertutup maupun yang bersifat terbuka.
- Kontrak elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui sistem elektronik.
- Nama domain adalah alamat internet dari seseorang, perkumpulan, organisasi, atau badan usaha, yang dapat dilakukan untuk berkomunikasi melalui internet, yang berupa kode atau susunan karakter yang bersifat unik, menunjukkan lokasi tertentu dalam internet.
- Kode akses adalah angka, huruf, simbol, karakter lainnya atau kombinasi diantaranya yang merupakan kunci untuk dapat mengakses komputer dan/atau sistem elektronik lainnya.
- Penyelenggaraan sistem elektronik adalah pemanfaatan sistem elektronik oleh Pemerintah dan/atau swasta.
- Orang adalah orang perseorangan baik warga negara Indonesia, warga negara asing maupun badan hukum.
- Pemerintah adalah Menteri atau pejabat lainnya yang ditunjuk oleh Presiden.
Pasal 2
Undang-undang ini berlaku untuk setiap Orang yang
melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam undang-undang ini, baik yang
berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang
memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum
Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 3
Pemanfaatan
teknologi informasi dan transaksi elektronik dilaksanakan berdasarkan asas
kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, iktikad baik, dan kebebasan memilih
teknologi atau netral teknologi.
Pasal 4
Pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi
elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk:
- mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia;
- mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi nasional;
- efektifitas dan efisiensi pelayanan publik dengan memanfaatkan secara optimal teknologi informasi untuk tercapainya keadilan dan kepastian hukum;
- membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuannya di bidang penggunaan dan pemanfaatan Teknologi informasi secara seoptimal mungkin dan bertanggung jawab;
Rumusan Tambahan dari FPDIP
- mempercepat tercapainya keadilan dan kepastian hukum dalam penggunaan dan pemanfaatan Teknologi informasi dalam rangka menghadapi perkembangan Teknologi informasi dunia.
Rumusan Tambahan dari FPPP
- mewujudkan tercapainya keadilan sosial dan kepastian hukum.
Rumusan Tambahan dari F-PKB
- memberi rasa aman, dan adanya kepastian hukum bagi pengguna dan pemanfaat teknologi informasi.
BAB III
INFORMASI, DOKUMEN, DAN TANDA TANGAN ELEKTRONIK
Pasal 5
(1)
Informasi dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan
alat bukti hukum yang sah.
(2)
Informasi dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang
sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
(3)
Informasi dan/atau dokumen elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan
sistem elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini.
(4)
Ketentuan mengenai informasi dan/atau dokumen elektronik sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku untuk:
a.
surat-surat yang menurut undang-undang harus dibuat dalam bentuk
tertulis;
b.
surat beserta dokumennya yang menurut undang-undang mengharuskan dibuat
dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.
Pasal 6
Dalam
hal terdapat ketentuan lain selain yang diatur dalam Pasal 5 ayat (4) yang
mensyaratkan bahwa suatu informasi harus berbentuk tertulis atau asli,
informasi elektronik dianggap sah sepanjang informasi yang tercantum di
dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dija¬min keutuhannya dan dapat
dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan.
Pasal 7
Setiap
orang yang menyatakan hak, memper¬kuat hak yang telah ada, atau menolak hak
orang lain berdasarkan adanya informasi elektronik harus memastikan bahwa
informasi elektronik yang ada padanya berasal dari sistem elektronik yang
memenuhi syarat berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Pasal 8
(1)
Kecuali diperjanjikan lain, waktu pengiriman suatu informasi elektronik
ditentukan pada saat informasi elektronik telah dikirim dengan alamat yang
benar oleh pengirim ke suatu sistem elektronik yang ditunjuk atau dipergunakan
penerima dan telah memasuki sistem elektronik yang berada di luar kendali
pengirim.
(2)
Kecuali diperjanjikan lain, waktu penerimaan suatu informasi elektronik
ditentukan pada saat informasi elektronik memasuki sistem elektronik di bawah
kendali penerima yang berhak.
(3)
Dalam hal penerima telah menunjuk suatu sistem elektronik tertentu untuk
meneri¬ma informasi elektronik, penerimaan terjadi pada saat informasi
elektronik memasuki sistem elektronik yang ditunjuk.
(4)
Dalam hal terdapat dua atau lebih sistem informasi yang digunakan dalam
pengiriman ataupun penerimaan informasi elektronik, maka:
a.
waktu pengiriman adalah ketika informasi elektronik memasuki sistem
informasi pertama yang berada diluar kendali pengirim.
b.
waktu penerimaan adalah
ketika informasi elektronik memasuki sistem informasi terakhir yang berada
dibawah kendali penerima.
Pasal 9
Pelaku
usaha yang menawarkan produk melalui sistem elektronik wajib menyediakan informasi
yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat-syarat kontrak, produsen dan
produk yang ditawarkan.
Pasal 10
(1) Setiap
pelaku usaha yang menyelenggarakan transaksi elektronik dapat disertifikasi
oleh Lembaga Sertifikasi Keandalan.
(2)
Ketentuan mengenai pembentukan lembaga sertifikasi keandalan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 11
(1)
Tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang
sah selama memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a.
Data pembuatan tanda tangan terkait hanya kepada penanda tangan saja;
b.
Data pembuatan tanda tangan elektronik pada saat proses penandatanganan
elektronik hanya berada dalam kuasa penandatangan;
c.
Segala perubahan terhadap tanda tangan elektronik yang terjadi setelah
waktu penandatanganan dapat diketahui;
d.
Segala perubahan terhadap informasi elektronik yang terkait dengan tanda
tangan elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
e.
Terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa
penandatangannya;
f.
Terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa penandatangan telah
memberikan persetujuan terhadap informasi elektronik yang terkait.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tanda tangan elektronik sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 12
(1)
Setiap orang yang terlibat dalam tanda tangan elektronik berkewajiban
memberikan pengamanan atas tanda tangan elektronik yang digunakannya;
(2)
Pengamanan tanda tangan elektronik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
sekurang-kurangnya meliputi:
a.
sistem tidak dapat diakses oleh orang lain yang tidak berhak;
b.
penandatangan harus waspada terhadap penggunaan tidak sah dari data
pembuatan tanda tangan oleh orang lain;
c.
penandatangan harus tanpa menunda-nunda, menggunakan cara yang
dianjurkan oleh penyelenggara tanda tangan elektronik ataupun cara-cara lain
yang layak dan sepatutnya harus segera memberitahukan kepada seseorang yang
oleh penandatangan dianggap mempercayai tanda tangan elektronik atau kepada
pihak pendukung layanan tanda tangan elektronik jika:
1. Penandatangan
mengetahui bahwa data pembuatan tanda tangan telah dibobol; atau
2. Keadaan
yang diketahui oleh penandatangan dapat menimbulkan resiko yang berarti,
kemungkinan akibat bobolnya data pembuatan tanda tangan;
d.
dalam hal sebuah sertifikat digunakan untuk mendukung tanda tangan
elektronik, memastikan kebenaran dan keutuhan dari semua informasi yang disediakan penandatangan
yang terkait dengan sertifikat.
(3)
Setiap orang yang melakukan pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), bertanggung jawab atas segala kerugian dan konsekuensi hukum
yang timbul.
BAB IV
PENYELENGGARAAN SERTIFIKASI ELEKTRONIK DAN SISTEM
ELEKTRONIK
Bagian Kesatu
Penyelenggaraan Sertfikasi Elektronik
Pasal 13
(1) Setiap orang berhak
menggunakan jasa penyelenggara sertifikasi elektronik untuk tanda tangan
elektronik.
(2) Penyelenggara sertifikasi
elektronik harus memastikan keterkaitan suatu tanda tangan elektronik dengan
pemilik tanda tangan elektronik yang bersangkutan.
(3) Penyelenggara Sertifikasi
Elektronik terdiri atas:
a. Penyelenggara
sertifikasi elektronik Indonesia
b. Penyelenggara
sertifikasi elektronik asing
(4) Penyelenggara Sertifikasi
Elektronik Indonesia berbadan hukum Indonesia dan berdomisili di Indonesia.
(5) Penyelenggara Sertifikasi
Elektornik Asing yang beroperasi di Indonesia harus terdaftar di Indonesia.
Pasal 14
(1) Penyelenggara sertifikasi
elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 wajib menyediakan informasi yang
akurat, jelas, dan pasti kepada setiap pengguna jasa, yang meliputi:
a. Metode
yang digunakan untuk mengidentifikasi penanda tangan;
b. Hal-hal yang
dapat digunakan untuk mengetahui data diri pembuat tanda tangan elektronik;
c. Hal-hal
yang dapat digunakan untuk menunjukkan keberlakuan dan keamanan tanda tangan
elektronik.
(2) Ketentuan lebih lanjut
mengenai penyelenggara sertifikasi elektronik diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB IV
PENYELENGGARAAN SISTEM ELEKTRONIK
Pasal 15
(1) Setiap Penyelenggara sistem
elektronik wajib menyelenggarakan Sistem elektronik secara andal dan aman serta
bertanggung jawab terhadap beroperasinya Sistem elektronik sebagaimana
mestinya.
(2) Penyelenggara sistem
elektronik bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan sistem elektronik yang
diselenggarakannya.
(3) Ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya
keadaan memaksa (force majeure) atau kesalahan dan/atau kelalaian dari pihak
pengguna sistem elektronik.
Pasal 16
(1) Sepanjang tidak ditentukan
lain oleh Undang-Undang tersendiri, setiap penyelenggara sistem eletronik wajib
mengoperasikan sistem elektronik yang memenuhi persyaratam minimum sebagai
berikut:
a. dapat
menampilkan kembali informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik secara
utuh sesuai dengan masa retensi yang ditetapkan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
b. dapat
melindungi keotentikan, integritas, kerahasiaan, ketersediaan, dan keteraksesan
dari informasi elektronik dalam penyelenggaraan sistem elektronik tersebut;
c. dapat
beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam penyelenggaraan sistem
elektronik tersebut;
d. dilengkapi
dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan bahasa, informasi, atau
simbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan penyelenggaraan
sistem elektronik tersebut; dan
e. memiliki
mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dan
pertanggungjawaban prosedur atau petunjuk;
(2) Ketentuan lebih lanjut
mengenai penyelenggara¬an sistem elektronik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB V
TRANSAKSI ELEKTRONIK
Pasal 17
(1) Penyelenggaraan transaksi
elektronik dapat dilakukan baik dalam lingkup publik maupun privat.
(2) Para pihak yang melakukan
Transaksi elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
beritikad baik dalam
melakukan interaksi dan/atau pertukaran Informasi elektronik selama transaksi
berlangsung.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai penyelengaraan Transaksi elektronik sebagaimana dimaksud ketentuan
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 18
(1) Transaksi elektronik yang
dituangkan dalam Perjanjian elektronik mengikat para pihak.
(2) Para pihak memiliki
kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku bagi transaksi elektronik
internasional yang dibuatnya.
(3) Apabila para pihak tidak
melakukan pilihan hukum dalam transaksi elektronik internasional, hukum yang
berlaku didasarkan pada asas-asas Hukum Perdata Internasional.
(4) Para pihak memiliki
kewenangan untuk menetapkan forum pengadilan, arbitrase atau lembaga
penyelesaian sengketa alternatif yang berwenang menangani sengketa yang mungkin
timbul dari transaksi elektronik.
(5) Apabila para pihak tidak
melakukan pilihan forum sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) penetapan
kewenangan pengadilan, arbitrase atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif
yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari transaksi tersebut,
didasarkan pada asas-asas Hukum Perdata Internasional.
Pasal 19
Para
pihak yang melakukan transaksi elektronik harus menggunakan sistem elektronik
yang disepakati.
Pasal 20
(1) Kecuali ditentukan lain oleh
para pihak transaksi elektronik terjadi pada saat penawaran transaksi yang
dikirim pengirim telah diterima dan disetujui penerima.
(2) Persetujuan atas penawaran
transaksi elektronik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilakukan dengan
pernyataan penerimaan secara elektronik.
Pasal 21
(1)
Pengirim maupun penerima dapat melakukan sendiri transaksi elektronik, atau
melalui pihak yang dikuasakan olehnya atau melalui Agen Elektronik.
(2) Kecuali diperjanjikan lain,
pihak yang bertanggung jawab atas segala akibat hukum dalam pelaksanaan
transaksi elektronik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur sebagai
berikut:
a. apabila
dilakukan sendiri, menjadi tanggung jawab para pihak yang bertransaksi;
b. apabila
dilakukan melalui pemberian kuasa, menjadi tanggung jawab pemberi kuasa;
c. apabila
dilakukan melalui Agen Elektronik, menjadi tanggung jawab Penyelenggara Agen
Elektronik.
d. Apabila
kerugian transaksi disebabkan gagal beroperasinya Agen elektronik akibat
tindakan pihak ketiga secara langsung terhadap Sistem elektronik, menjadi
tanggung jawab Penyelenggara Agen elektronik.
e. Apabila
kerugian transaksi disebabkan gagal beroperasinya Agen elektronik akibat
kelalaian pihak pengguna jasa layanan, menjadi tanggung jawab pengguna
tersebut.
(3) Ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya
keadaan memaksa (force majeure) atau kesalahan dan/atau kelalaian dari pihak
pengguna sistem elektronik.
Pasal 22
(1) Penyelenggara Agen Elektronik
tertentu wajib menyediakan fitur pada Agen Elektronik yang dioperasikannya yang
memungkinkan penggunanya melakukan perubahan informasi yang masih dalam proses
transaksi.
(2) Ketentuan lebih lanjut
mengenai penyelenggara agen elektronik tertentu sebagaimana dimaksud ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
NAMA DOMAIN, HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN PERLINDUNGAN
HAK-HAK PRIBADI
Pasal 23
(1) Setiap orang berhak memiliki nama
domain berdasarkan prinsip pendaftar pertama.
(2) Pemilikan dan penggunaan nama
domain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib didasarkan pada itikad baik,
tidak melanggar prinsip persaingan usaha secara sehat, dan tidak melanggar hak
orang lain.
(3) Setiap orang yang karena
penggunaan nama domain secara tanpa hak oleh orang lain, berhak mengajukan
gugatan pembatalan nama domain dimaksud.
(4) Pengelola nama domain adalah
pemerintah dan / atau masyarakat.
(5) Dalam hal terjadi
perselisihan pengelolaan nama domain oleh masyarakat, Pemerintah berhak
mengambil alih pengelolaan nama domain tersebut.
(6) Pengelola nama domain yang
berada diluar wilayah Indonesia dan nama domain yang diregistrasinya diakui
keberadaannya sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
(7) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengelola nama domain sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dan ayat (5)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 24
Informasi
elektronik yang disusun menjadi karya intelektual, desain situs internet dan
karya-karya intelektual yang ada di dalamnya dilindungi sebagai Hak Kekayaan
Intelektual, berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 25
(1) Penggunaan setiap informasi
melalui media elektronik yang menyangkut data tentang hak pribadi seseorang
harus dilakukan atas persetujuan dari orang yang bersangkutan, kecuali
ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.
(2) Setiap orang yang dilanggar
hak-haknya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat mengajukan gugatan atas
kerugian yang ditimbulkan berdasarkan undang-undang ini.
BAB VII
PERBUATAN YANG DILARANG
Pasal 26
Setiap
Orang dengan sengaja dan tanpa hak:
(1) mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi dan/atau Dokumen Elektronik
yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan;
(2) mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi dan/atau Dokumen
Elektronik yang memiliki muatan perjudian;
(3) mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi dan/atau Dokumen
Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik;
(4) mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi dan/atau Dokumen
Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman;
(5) menyebarkan berita bohong dan
menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.
(6) menyebarkan informasi yang
ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau
kelompok masyarakan tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antar
golongan (SARA).
(7) mengirimkan informasi
elektronik dan/atau dokumen elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau
menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi (cyber stalking).
Pasal 27
Setiap
orang dengan sengaja dan tanpa hak atau dengan melawan hukum:
(1) mengakses komputer dan/atau
sistem elektronik milik orang lain dengan cara apapun.
(2) mengakses komputer dan/atau
sistem elektronik dengan cara apapun dengan tujuan untuk memperoleh informasi
dan/atau dokumen elektronik.
(3) mengakses komputer dan/atau
sistem elektronik dengan cara apapun dengan melanggar, menerobos, melampaui
atau menjebol sistem pengamanan (security measure)
Pasal 28
(1) Setiap Orang dengan sengaja
dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas
Informasi dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem
Elektronik tertentu milik Orang lain.
(2) Setiap Orang dengan sengaja
dan secara tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik
dari, ke dan didalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik
Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apapun maupun yang
menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi
Elektronik dan atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan.
(3) Dikecualikan dari ayat (1)
adalah intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan
kepolisian, kejaksaan dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan
berdasarkan undang-undang.
(4) Ketentuan lebih lanjut
mengenai tatacara intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 29
(1) Setiap Orang dengan sengaja
dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apapun mengubah, menambah,
mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan
menyembunyikan suatu Informasi dan/atau Dokumen Elektronik milik orang lain
atau milik publik;
(2) Setiap Orang dengan sengaja
dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apapun memindahkan atau
mentransfer Informasi dan/atau Dokumen Elektronik kepada sistem elektronik
orang lain yang tidak berhak;
(3) Terhadap perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang mengakibatkan terbukanya suatu
informasi dan/atau dokumen elektronik yang bersifat rahasia menjadi dapat
diakses oleh publik dengan keutuhan data yang tidak sebagaimana mestinya.
Pasal 30
Setiap
Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apapun
yang berakibat terganggunya sistem elektronik dan/atau mengakibatkan sistem
elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.
Pasal 31
Setiap
orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum:
(1) Memproduksi, menjual,
mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan atau dengan kata lain
menyediakan:
a. Suatu
perangkat baik perangkat keras maupun perangkat lunak (program komputer) yang
dirancang atau secara khusus dikembangkan untuk tujuan memfasilitasi
perbuatan-perbuatan yang sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 26 sampai dengan
Pasal 30;
b.
Password komputer, Kode akses atau hal-hal yang serupa dengan itu yang
ditujukan agar sistem elektronik menjadi dapat diakses dengan tujuan
memfasilitasi perbuatan-perbuatan yang sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 26
sampai dengan Pasal 30;
(2) Memiliki hal-hal yang
disebutkan dalam ayat (1) butir a dan b di atas dengan tujuan tujuan
memfasilitasi perbuatan-perbuatan yang sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 26
sampai dengan Pasal 30;
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) bukan tindak pidana jika ditujukan untuk melakukan
kegiatan penelitian, pengujian sistem elektronik, untuk perlindungan sistem
elektronik itu sendiri secara sah dan tidak melawan hukum.
Pasal 32
Setiap
orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi,
penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan informasi elektronik dan/atau
dokumen elektornik dengan tujuan agar informasi elektronik dan/atau dokumen
elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik.
Pasal 33
Setiap
orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 sampai dengan Pasal 31 yang mengakibatkan
kerugian bagi orang lain.
Pasal 34
Setiap
orang dengan sengaja melakukan perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 26 sampai dengan Pasal 33 di luar wilayah Indonesia terhadap sistem
elektronik yang berada di wilayah yurisdiksi Indonesia.
BAB VIII
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 35
(1) Setiap orang dapat mengajukan
gugatan terhadap pihak yang menyelenggarakan sistem elektronik dan/atau
menggunakan Teknologi informasi yang menimbulkan kerugian.
(2) Masyarakat dapat mengajukan
gugatan secara perwakilan terhadap pihak yang menyelenggarakan sistem
elektronik dan/atau menggunakan teknologi informasi yang berakibat merugikan
masyarakat.
Pasal 36
(1) Gugatan perdata dilakukan
sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
(2) Selain penyelesaian gugatan
perdata sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) para pihak dapat menyelesaikan
sengketa melalui lembaga penyelesaian sengketa alternatif atau arbitrase sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB IX
PERAN PEMERINTAH DAN PERAN MASYARAKAT
Pasal 37
(1) Pemerintah memfasilitasi
pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pemerintah melindungi kepentingan
umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat penyalahgunaan informasi dan
transaksi elektronik yang mengganggu ketertiban umum sesuai peraturan
perundangan yang berlaku.
(3) Pemerintah menetapkan
instansi atau institusi yang memiliki data elektronik strategis yang wajib
dilindungi.
(4) Instansi atau Institusi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib membuat dokumen elektronik dan backup
elektroniknya serta menghubungkannya ke Pusat Data tertentu untuk kepentingan
pengamanan data tersebut.
(5) Instansi atau institusi lain
selain diatur pasal (3) membuat dokumen elektronik dan backup elektroniknya
sesuai dengan keperluan perlindungan data yang dimilikinya.
(6) Ketentuan lebih lanjut
mengenai peran pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sampai dengan (4)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 38
(1) Masyarakat dapat berperan
meningkatkan pemanfaatan teknologi informasi melalui penggunaan dan
penyelenggaraan sistem elektronik serta transaksi elektronik sesuai dengan
ketentuan undang-undang ini.
(2) Peran serta masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diselenggarakan melalui lembaga yang
dibentuk oleh masyarakat.
(3) Lembaga sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dapat memiliki fungsi konsultasi dan mediasi.
BAB X
PENYIDIKAN
Pasal 39
Penyidikan
terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini, dilakukan
berdasarkan ketentuan dalam Hukum Acara Pidana dan ketentuan dalam
undang-undang ini.
Pasal 40
(1) Selain Penyidik Pejabat
Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di
lingkungan Pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang
teknologi informasi dan transaksi elektronik diberi wewenang khusus sebagai
penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana
untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang teknologi informasi dan
transaksi elektronik.
(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
a. menerima
laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana berdasarkan
ketentuan undang-undang ini;
b. memanggil
setiap orang atau pihak lainnya untuk didengar dan/atau diperiksa sebagai
tersangka atau saksi sehubungan dengan adanya dugaan tindak pidana di bidang
terkait dengan ketentuan undang-undang ini;
c. melakukan
pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak
pidana berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini.
d. melakukan
pemeriksaan terhadap orang dan/atau badan usaha yang patut diduga melakukan
tindak pidana berdasarkan undang-undang ini.
e. melakukan
pemeriksaan terhadap alat dan/atau sarana yang berkaitan dengan kegiatan
teknologi informasi yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana
berdasarkan undang-undang ini;
f. melakukan
penggeledahan terhadap tempat tertentu yang diduga digunakan sebagai tempat
untuk melakukan tindak pidana berdasarkan ketentuan undang-undang ini;
g. melakukan
penyegelan dan penyitaan terhadap alat dan atau sarana kegiatan teknologi informasi
yang diduga digunakan secara menyimpang dari ketentuan yang berlaku;
h. meminta
bantuan ahli yang diperlukan dalam penyidikan terhadap tindak pidana
berdasarkan undang-undang ini;
i.
mengadakan penghentian penyidikan tindak pidana berdasarkan undang-undang ini
sesuai ketentuan hukum acara pidana yang berlaku.
(3) Dalam hal melakukan
penangkapan dan penahanan, penyidik melalui penuntut umum wajib meminta
penetapan pengadilan dalam waktu satu kali dua puluh empat jam.
(4) Penyidik Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berkoordinasi dengan Penyidik Pejabat
Polisi Negara Republik Indonesia memberitahukan dimulainya penyidikan dan
menyampaikan hasilnya kepada penuntut umum.
(5) Dalam rangka mengungkap
tindak pidana informasi dan transaksi elektronik, penyidik dapat berkerja sama
dengan penyidik negara lain untuk berbagi informasi dan alat bukti.
Pasal 41
Alat
bukti penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan menurut
ketentuan undang-undang ini adalah sebagai berikut:
a. alat
bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Perundang-undangan yang berlaku;
b. alat bukti
lain berupa Dokumen Elektronik dan Informasi Elektronik sebagaimana dimaksud
dalam pasal 1 ayat (3) dan ayat (14) dan pasal 5 ayat (1) sampai dengan (3)
BAB XI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 42
(1) Setiap orang yang memenuhi
unsur-unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1), (2), (3), (4), 5) dan
(6) diancam dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Setiap orang yang memenuhi
unsur-unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (7) diancam pidana penjara
paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Pasal 43
(1) Setiap orang yang memenuhi
unsur-unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), diancam dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
(2) Setiap orang yang memenuhi
unsur-unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2), diancam dengan pidana
penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah).
(3) Setiap orang yang memenuhi
unsur-unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3), diancam dengan pidana
penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
(4) Setiap orang yang memenuhi
unsur-unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2), diancam
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Pasal 44
(1) Setiap orang yang memenuhi
unsur-unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1), diancam dengan pidana
penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).
(2) Setiap orang yang memenuhi
unsur-unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2), diancam dengan pidana
penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
3.000.000.000,00 (tiga milyar rupiah).
(3) Setiap orang yang memenuhi
unsur-unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3), diancam dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
(4) Setiap orang yang memenuhi
unsur-unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, diancam dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,00
(sepuluh milyar rupiah).
Pasal 45
Setiap
orang yang memenuhi unsur-unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1)
dan ayat (2), diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah).
Pasal 46
Setiap
orang yang memenuhi unsur-unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 atau Pasal
33, diancam dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp. 12.000.000.000,00 (dua belas milyar rupiah).
Pasal 47
(1) (Dalam hal tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) menyangkut kesusilaan atau
eksploitasi seksual terhadap anak dikenakan pemberatan sepertiga dari pidana
pokok.
(2) Dalam hal perbuatan sebagiamana
dimaksud dalam Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32,
Pasal 33 dan Pasal 34 ditujukan terhadap komputer dan/atau Sistem Elektronik,
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau yang
digunakan untuk layanan publik diancam dengan pidana Pokok ditambah seper tiga.
(3) Dalam hal perbuatan
sebagiamana dimaksud dalam Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31,
Pasal 32, Pasal 33 dan Pasal 34 ditujukan terhadap komputer dan/atau Sistem
Elektronik, Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah
dan/atau Badan Strategis termasuk dan tidak terbatas pada Lembaga Pertahanan,
Bank Sentral, Perbankan, Keuangan, Lembaga Internasonal, Otoritas Penerbangan
diancam dengan pidana maksimal ancaman Pidana Pokok masing-masing Pasal
ditambah dua per tiga.
(4) Dalam hal tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30,
Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, Pasal 34 dilakukan oleh Korporasi diancam dengan
pidana pokok ditambah dua per tiga.
BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 48
Pada
saat berlakunya undang-undang ini, semua peraturan perundang-undangan dan
kelembagaan-kelembagaan yang berhubungan dengan pemanfaatan teknologi informasi
yang tidak bertentangan dengan undang-undang ini dinyatakan tetap berlaku.
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 49
(1) Undang-undang ini mulai
berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia.
(2) Peraturan Pemerintah harus
sudah ditetapkan selambat-lambatnya 2 (dua) tahun setelah diundangkannya
Undang-undang ini.
ARTIKEL TENTANG CYBER LAW
Telah lahir rezim hukum baru yang
dikenal dengan cyber law (hukum siber). Itilah ini sering digunakan untuk hukum
yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi. Selain itu juga ada
istilah lain seperti, hukum teknologi informasi (Law of Information Technology)
dan hukum dunia maya (virtual world law).
Cyber law ini bertumpu pada
disiplin ilmu hukum yang terdahulu antara lain: HAKI, hukum perdata, hukum
perdata internasional dan hukum internasional. Hal ini mengingat ruang lingkup
cyber law yang cukup luas. Karena saat ini perkembangan transaksi on line
(e-commerce) dan program e-government pada 9 Juni 2003 pasca USA E-Government
Act 2002 Public Law semakin pesat.
Kejahatan yang paling marak saat ini adalah di bidang HAKI yang meliputi hak cipta, hak paten, hak merek, rahasia dagang, desain industri, dsb. Kejahatan itu adakalanya dengan carding, hacking, cracking dan cybersquanting. Terdapat tiga pertahanan untuk meminimalisir tindak kejahatan di dalam bidang ini, yaitu melalui beberapa pendekatan teknologi, pendekatan social dan pendekatan hukum.
Salah satu kasus di bidang hak cipta dan merek adalah kasus linux dan colinux. Pakar hukum berbeda pendapat dalam mendefinisikan tindak kejahatan seperti ini, antara lain : Cyber Crime adalah upaya memasuki/menggunakan fasilitas computer/jaringan computer tanpa ijin dan melawan hukum atau tanpa menyebabkan perubahan atau kerusakan pada fasilitas computer yang dimasuki atau digunakan tersebut. Sedang menurut The U.S Department of justice, cyber crime is any illegal act requiring knowledge of computer technology for it perpetration, investigation or prosecution.
Dengan ruang lingkup yang cukup luas dan tanpa batas perlu sebuah produk hukum yang mengcover semua aspek cyber law. Dalam hukum internasional ada 3 jenis yuridiksi yaitu : yuridiksi untuk menetapkan undang-undang (the jurisdiction to prescribe), yuridiksi untuk penegakan hukum (the jurisdiction to enforce) dan yuridiksi untuk menuntut (the jurisdiction to adjudicate).
ARTIKEL TENTANG ITE
Pemanfaatan teknologi informasi
dan transaksi elektronik dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum,
manfaat, kehati-hatian, itikad baik dan kebebasan memilih teknologi atau netral
teknologi. Pemanfaatan teknologi dan transaksi elektronik dilaksanakan dengan
tujuan antara lain untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari
masyarakat informasi dunia, mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat; meningkatkan efektifitas
dan efesiensi pelayanan publik; membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap
orang untuk memajukan dan pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan
pemanfaatan teknologi informasi seoptimal mungki dan bertanggung jawab dan
memberikan rasa aman, keadilan dan kepastian hukum bagi pengguna dan
penyelenggaraan teknologi informasi.
Pelanggaran hukum dalam transaksi elektronik dan perbuatan hukum didunia maya merupakan fenomena yang menghawatirkan menginat berbagai tindakan seperti carding. hacking, craking, phising, viruses, cybersquating, pornografi perjudian on line, transnasional crime yang memanfaatkan teknologi informasi sebagai tool telah menjadi bagian atau aktifitas pelaku kejahatan internet.
Oleh karena itu pemerintah memandang, RUU tentang Informasi dan transaksi elektronik, mutlak diperlukan bagi negara Indonesia, karena saat ini Indonesia merupaka salah satu negara yang telah menggunakan dan memanfaatkan teknologi Informasi, secara luas dan efisien namun belum memiliki undang-undang cyber.
Pelanggaran hukum dalam transaksi elektronik dan perbuatan hukum didunia maya merupakan fenomena yang menghawatirkan menginat berbagai tindakan seperti carding. hacking, craking, phising, viruses, cybersquating, pornografi perjudian on line, transnasional crime yang memanfaatkan teknologi informasi sebagai tool telah menjadi bagian atau aktifitas pelaku kejahatan internet.
Oleh karena itu pemerintah memandang, RUU tentang Informasi dan transaksi elektronik, mutlak diperlukan bagi negara Indonesia, karena saat ini Indonesia merupaka salah satu negara yang telah menggunakan dan memanfaatkan teknologi Informasi, secara luas dan efisien namun belum memiliki undang-undang cyber.